Laporan Harian, MAKASSAR – Ketua Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia, Prof. Drs. Jatna Supriatna, Ph.D., menyampaikan orasi ilmiah tentang ?Potensi dan Pengembangan Ekowisata Hidupan Liar di Sulawesi?pada perayaan puncak Dies Natalis ke-68 Universitas Hasanuddin dalam Upacara Senat Terbuka. Kegiatan berlangsung mulai pukul 09.00 Wita di Gedung Baruga A.P. Pettarani, Kampus Tamalanrea, Makassar, Sabtu (7/9/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Prof Jatna menyampaikan keanekaragaman hayati merupakan kontributor utama perekonomian melalui penyediaan banyak barang dan jasa ekosistem. Udara segar, air bersih, nutrisi untuk pertumbuhan tanaman dan penyerbukan tanaman hanyalah beberapa dari ?jasa ekosistem? yang disediakan alam. Sebagai satu contoh saja, nilai penyerbukan tanaman terhadap pertanian di Australia diperkirakan mencapai USD 1,2 miliar per tahun.
Keanekaragaman hayati merupakan bagian integral dari nilai-nilai keindahan dan ketenangan. Keanekaragaman hayati memperkaya kehidupan kita sangatlah kompleks dan saling terkait. Secara tradisional, pakar ekonomi membagi fungsi-fungsi ini ke dalam beberapa kategori berbeda sebagai langkah pertama dalam mencoba menilai peran mereka.
Lebih lanjut, Prof Jatna menambahkan, pada awal tahun 1980-an, terjadi pergeseran dalam ilmu pengetahuan konservasi sejalan dengan meningkatnya kerusakan lingkungan yang terjadi seiring dengan pertumbuhan pesat pembangunan di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Konservasi menjadi fokus karena banyak hewan yang masuk dalam kategori kritis. Sebagai contoh adalah kita kehilangan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali.
?Keterlibatan pakar hidupan liar di dalam kegiatan ekowisata memunculkan kegiatan wisata yang lebih atraktif dengan program wisata yang berkelanjutan. Wisata hidupan liar yang paling populer adalah wisata terumbu karang, ikan, dan biota laut lainnya di Pantai laut tropis seperti di Afrika, Asia, Pacific, Australia bahkan sampai Amerika Selatan. Di Indonesia wisata ini sangat berkembang, hanya sangat disayangkan bahwa dari banyak pengembang wisata kebanyakan berasal dari luar negeri,? jelas Prof Jatna.
Menurutnya, tanpa peran pakar khususnya dari universitas keberlanjutan ekowisata hidupan liar sangat diperlukan. Ekowisata hidupan liar perlu dilakukan secara berkoordinasi sehingga pengembangan industri pariwisata yang memadukan ekonomi, ekologi dan masyarakat lokal bisa tercapai. Dalam hal ini, pemerintah pusat mempunyai peran sentral untuk mengurangi adanya perdagangan hidupan liar secara illegal ketika destinasi sedang berkembang.
?Melalui pengembangan ekowisata berbasis hidupan liar yang melibatkan semua stakeholders, keinginan untuk memanfaatkan satwa secara ekstraktif bisa dikurangi, bahkan dihentikan. Kegiatan ekowisata ini sekaligus juga memberikan dana bagi pengawasan dan pembudidayaan hidupan liar tersebut,? tambah Prof Jatna.
Secara umum, Ekowisata khususnya ekowisata hidupan liar tidak hanya dapat diinisisasi dan dikelola oleh perusahaan pariwisata tanpa melibatkan pakar khususnya ahli biologi. Peran pakar sangat penting karena berhubungan keberlangsungan objek wisata yaitu mahluk hidup. Tanpa pemahaman yang sangat mendalam, maka bukan saja destinasi wisata tersebut tidak akan berkelanjutan tetapi membahayakan eksistensi satwa tersebut. Beberapa hal yang sangat penting dalam program keberlanjutan ekowisata seperti monitoring ekowisata, evaluasi program wisata hidupan liar, hingga evaluasi metode spasial melalui Sistem informasi geografis (SIG).